Prilaku Pada Profesi Akuntan Publik
Menurut Aturan dan Kewajiban Hukum
Peran Akuntan Publik adalah fasilitator dalam
menghadirkan dirinya untuk memfasilitasi setiap potensi aktivitas bisnis yang
melibatkan perusahaan tersebut, pelanggan dalam mempertimbangkan hubungan
sekarang dan kedepannya dengan perusahaan tersebut, pemerintah dalam memberikan
pertimbangan hubungan bisnis ataupun pemberian izin ataupun kualifikasi
sehubungan dengan aktivitas berbisnis dari perusahaan tersebut bahkan karyawan
dari perusahaan tersebut sendiri misalnya, dalam melihat masa depan dari
keberadaannya dalam perusahaan tersebut serta masyarakat lainnya.
Dari penjelasan tersebut di atas,
terlihat begitu pentingnya keberadaan dari seorang Akuntan Publik sebagai
perwakilan dari kepentingan publik dalam suatu aktivitas perekonomian, yang
tidak saja melibatkan pelaku-pelaku bisnis pribadi akan tetapi juga
melibatkan negara untuk suatu jangkauan serta konsekuensi aktivitas
dan hukum komersial yang berskala nasional maupun internasional. Sehubungan
dengan topik tersebut di atas, Penulis akan mengkonsentrasikan pembahasannya
pada kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang Akuntan Publik dalam
melakukan tugas-tugasnya selaku seorang profesional yang independen, serta
konsekuensi-konsekuensi hukum apa saja yang memungkinkan terjadi dalam hal
kewajiban-kewajiban tersebut tidak dilaksanakan ataupun dilanggar.
1.
KEWAJIBAN HUKUM AKUNTAN
PUBLIK
Kecerdasan Intelektual
dan Kecerdasan Moral
Pertanggungjawaban seorang Akuntan
Publik terhadap kepercayaan publik yang diberikan kepadanya, menjadi dasar
keharusan hadirnya kualitas kebenaran dari setiap hasil audit ataupun
pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukannya.
Jika melihat seluruh persyaratan yang
wajib harus dipenuhi bagi seseorang untuk menjadi seorang Akuntan Publik,
termasuk juga persyaratan yang harus dipenuhi dalam memberikan jasa
pelayanannya seperti yang diatur dalam pasal 5 hingga
pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI No. 17/PMK.01/2008, maka secara
teori seharusnyalah keberadaan dan hasil kerja dari Akuntan Publik tidak perlu
diperdebatkan lagi tentang akurasi dan kebenarannya.
Begitu ketatnya persyaratan yang
harus dilalui untuk mendapatkan izin dan kewenangan untuk melaksanaan profesi
Akuntan Publik, yang melibatkan kewenangan dari dua lembaga yakni Institut
Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dalam menyatakan kelayakan
kualitas keilmuan dan penerapan kode etik profesi seorang Akuntan Publik, dan
Menteri Keuangan RI dalam melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap Akuntan
Publik begitu juga dengan Kantor Akuntan Publik (KAP) menggambarkan sudah
seharusnyalah hasil kerja dari seorang akuntan publik akan memberikan
perlindungan pada setiap anggota masyarakat yang mengunakan ataupun meletakkan
kepercayaan kepadanya dalam proses pengambilan keputusan.
Selama
melakukan audit, auditor juga bertanggungjawab (Boynton,2003.68):
1. Mendeteksi kecurangan
A. Tanggung jawab untuk mendeteksi
kecurangan ataupun kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja, diwujudkan dalam
perencanaan dan pelaksanaan audit untuk mendapatkan keyakinan yang memadai
tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material yang disebabkan
oleh kesalahan ataupun kecurangan.
B. Tanggung
jawab untuk melaporkan kecurangan jika terdapat bukti adanya kecurangan.
Laporan ini dilaporkan oleh auditor kepada pihak manajemen, komite audit, dewan
direksi
2.
Tindakan pelanggaran hukum oleh klien
A. Tanggung jawab untuk
mendeteksi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh klien. Auditor bertanggung
jawab atas salah saji yang berasal dari tindakan melanggar hukum yang memiliki
pengaruh langsung dan material pada penentuan jumlah laporan keuangan. Untuk
itu auditor harus merencanakan suatu audit untuk mendeteksi adanya tindakan
melanggar hukum serta mengimplementasikan rencana tersebut dengan kemahiran
yang cermat dan seksama.
B. Tanggungjawab
untuk melaporkan tindakan melanggar hukum. Apabila suatu tindakan melanggar
hukum berpengaruh material terhadap laporan keuangan, auditor harus mendesak
manajemen untuk melakukan revisi atas laporan keuangan tersebut. Apabila revisi
atas laporan keuangan tersebut kurang tepat, auditor bertanggung jawab untuk
menginformasikannya kepada para pengguna laporan keuangan melalui suatu
pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar bahwa laporan
keuangan disajikan tidak sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
2.
TANGGUNG JAWAB HUKUM AKUNTAN PUBLIK
Dalam hal
terjadinya pelangaran yang dilakukan oleh seorang Akuntan Publik dalam
memberikan jasanya, baik atas temuan-temuan bukti pelanggaran apapun yang
bersifat pelanggaran ringan hingga yang bersifat pelanggaran berat, berdasarkan
PMK No. 17/PMK.01/2008 hanya dikenakan sanksi administratif, berupa: sanksi
peringatan, sanksi pembekuan ijin dan sanksi pencabutan izin seperti yang diatur antara lain dalam pasal 62, pasal
63, pasal 64 dan pasal 65.
Penghukuman dalam pemberian sanksi
hingga pencabutan izin baru dilakukan dalam hal seorang Akuntan Publik tersebut
telah melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur dalam SPAP dan termasuk juga
pelanggaran kode etik yang ditetapkan oleh IAPI, serta juga melakukan
pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berhubungan dengan
bidang jasa yang diberikan, atau juga akibat dari pelanggaran yang terus
dilakukan walaupun telah mendapatkan sanksi pembekuan izin sebelumya, ataupun
tindakan-tindakan yang menentang langkah pemeriksaan sehubungan dengan adanya dugaan
pelanggaran profesionalisme akuntan publik.
Akan tetapi, hukuman yang bersifat administratif
tersebut walaupun diakui merupakan suatu hukuman yang cukup berat bagi
eksistensi dan masa depan dari seorang Akuntan Publik ataupun KAP, ternyata
masih belum menjawab penyelesaian permasalahan ataupun resiko kerugian yang
telah diderita oleh anggota masyarakat, sebagai akibat dari penggunaan hasil
audit dari Akuntan Publik tersebut.
Ambil satu contoh terhadap fakta tentang sebuah KAP
yang membantu sebuah perusahaan (debitur sebuah bank BUMN yang sebenarnya telah
mengalami kerugian yang sangat dalam dan sudah sangat sulit untuk melanjutkan
operasinya) untuk mendapatkan tambahan kredit dari bank tersebut dengan cara
merekayasa laporan keuangannya, sehingga pada hasil akhirnya ditampilkan dalam
keadaan masih memperoleh laba, dimana pada akhirnya, semua langkah rekayasa
laporan keuangan tersebut terbuka ketika debitur tersebut dinyatakan pailit.
Bank tersebut jelas mengalami kerugian akibat dari keyakinannya terhadap hasil
audit Akuntan Publik terhadap laporan keuangan dari debiturnya tersebut. Jika
Bank tersebut mengetahui status yang sebenarnya dari debiturnya tersebut, maka
Bank itu tidak akan memberikan pinjaman tambahan terhadap debiturnya tersebut.
Dalam hal ini, Penulis berpendapat bahwa Bank tersebut mempunyai dasar
hukum untuk meminta pertanggungjawaban perdata, yaitu pembayaran ganti rugi
dari Akuntan Publik tersebut. Hal ini diatur secara tegas dalam pasal 44 PMK No.
17/PMK.01/2008. Inti peraturan itu bahwa Akuntan Publik atau KAP bertanggung jawab atas
seluruh jasa yang diberikannya. Tanggung jawab dari Akuntan Publik terhadap
konsekuensi dari hasil Audit Laporan Keuangan yang dilakukannya yang dimaksud
dalam pasal 44 tersebut walaupun berdasarkan PMK itu hanya terbatas pada
pemberian sanksi administrasi, akan tetapi berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata
mewajibkan Akuntan Publik untuk mengganti kerugian yang dialami oleh Bank
sebagai konsekuensi dari tindakan melawan hukum yang telah
dilakukannya, sehubungan dengan Laporan Keuangan yang hadir secara menyesatkan
tersebut.
Dari ketentuan KUHPerdata tersebut, dapat di pahami bahwa walaupun seorang
Akuntan Publik telah mendapatkan sanksi administrasi sebagai konsekuensi dari
pelanggaran-pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 62, pasal
63, pasal 64, dan pasal 65 PMK No. 17/PMK.01/2008, akan tetapi tetap saja
pertangungjawaban untuk mengganti-kerugian pihak-pihak yang dirugikan akibat
dari pelanggaran tersebut dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang berhak atas
pemenuhan ganti rugi tersebut berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata.
Sehubungan dengan kewajiban untuk mengganti kerugian sebagai akibat dari
Perbuatan Melawan Hukum itu, maka langkah pemenuhan dari ganti kerugian
tersebut berdasarkan pasal 1131 KUHPerdata, mengatur sebagai berikut: Segala
kebendaan siberutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang
sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk
segala perikatan perseorangan.
Dalam ketentuan hukum Indonesia, tidak dikenal
adanya pembatasan pertanggunganjawaban pribadi dari anggota persekutuan
perdata, baik yang berbentuk firma ataupun non firma. Artinya dalam hal total
dari nilai kerugian yang dibebankan kepadanya tersebut tidak mencukupi untuk
dibayarkan dari hartanya, maka ada kemungkinan seorang Akuntan Publik untuk
dapat dipailitkan secara pribadi sepanjang ketentuan dalam pasal 2 ayat (1)
dari Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang terpenuhi. Berbeda halnya di Amerika dan beberapa Negara
lainnya, yang mengenal adanya pembatasan pertanggungjawaban dari anggota
persekutuan perdata dalam suatu badan usaha yang berbentuk Limited
Liability Partnership (LLP).
Selain konsekuensi Perdata, pelanggaran sikap profesionalisme yang
dilakukan oleh Akuntan Publik juga dapat memberikan akibat yang bersifat
pidana. Pada dasarnya hal ini telah diusulkan oleh pemerintah dalam Rancangan
Undang-Undang Akuntan Publik yang saat ini telah berada dalam tahap pembahasan
akhir. Dimana selain konsekuensi yang bersifat hukuman sanksi administratif,
antara lain dalam pasal 46 RUU Akuntan Publik tersebut yang memberikan
konsekuensi pidana untuk waktu maksimum 6 tahun dan denda maksimum Rp 300 juta
bagi Akuntan Publik yang terbukti: (a) melanggar pasal 32 ayat 6 yang isinya mewajibkan
seorang Akuntan Publik untuk mematuhi SPAP serta peraturan perundang-undangan
yang berlaku, dimana pelanggar terhadap hal tersebut telah menimbulkan kerugian
bagi pihak lain; (b) menyatakan pendapat atas Laporan Keuangan tidak
berdasarkan bukti audit yang sah, relevan dan cukup.
Kemudian melanggar
ketentuan asal 37 ayat (1) huruf g dengan melakukan tindakan yang mengakibatkan
kertas kerja dan sokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan pemberian jasa
tidak apat digunakan sebagaimana mestinya, dan juga huruf j dalam melakukan
manipulasi data yang berkaitan dengan jasa yang diberikan; (d) Atau
memberikan pernyataan tidak benar, dokumen also atau dokumen yang dipalsukan
untuk mendapatkan atau memperbaharui ijin Akuntan Publik atau untuk mendapatkan
ijin usaha KAP atau ijin pendirian cabang KAP.
Ketentuan pidana tersebut secara tegas ditentang oleh IAPI secara khusus
terhadap pengenaan akibat pidana dalam hal terbukti seorang Akuntan Publik
dalam menjalankan tugas profesinya tidak melakukannya berdasarkan ketentuan
yang telah diatur dalam SPAP. Padahal, konsekuensi dari pelanggaran SPAP
tersebut dimata para akuntan publik seharusnya merupakan suatu pelanggaran yang
bersifat administratif sehingga sepantasnya dikenakan ketentuan sanksi
administratif bukan tindakan pidana.
Pasal 263 (1) KUHP: Barangsiapa membuat secara tidak benar atau memalsu
surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau
yang diperuntukkan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud untuk memakai
atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan
tidak dipalsu, diancam, jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian,
karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama 6 tahun.
Pasal 378 KUHP: Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri
atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat
palsu; dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebiohongan , mengerakkan
orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, supaya member utang
maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara
palaing lama 4 tahun.
Pasal 55 ayat (1) KUHP: Dipidana sebagai pembuat (dader) sesuatu perbuatan
pidana: Ke-1, mereka
yang melakukan menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan; Ke-2, mereka
yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menalahgunakan kekuasaan
atau martabat, dengan kekerasan, ancaman ataupenyesatan, atau dengan member
kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya
melakukan perbuatan.
Pasal 56 KUHP: Dipidana sebagai pembantu (medepichtige) suatu kejahatan: Ke-1, mereka yang sengaja
membri bantuan pada waktu kejahatan dilakukan; Ke-2, Mereka
yang sengaja member kesempata, sarana atau keterangan untuk melakukan
kejahatan.
Mengingat ketentuan hukum pidana telah diatur secara umum dalam KUHP,
pertanggungjawaban secara pidana tidak perlu harus terlebih dahulu diatur dalam
UU Akuntan Publik, karena secara umum, tindakan-tindakan yang berhubungan
dengan melakukan ataupun turut serta ataupun turut membantu melakukan
kejahatan, akan memberikan konsekuensi pertangungjawaban pidana terhadap
seorang Akuntan Publik seperti yang dijelaskan dalam pasal-pasal pidana
tersebut di atas.
Jelas sikap professional dari sang
Akuntan Publik timbul bukan karena rangkaian ancaman hukuman administratif,
perdata dan bahkan pidana yang dapat menjeratnya dalam hal terjadinya
pelanggaran tersebut, akan tetapi lebih karena memang dunia bisnis Indonesia
membutuhkan suatu proses perjalanan yang sehat dan transparan, sehingga dalam
hal menyajikan suatu keberadaan suatu perusahaan melalui laporan keuangannya
tersebut, publik sangat membutuhkan akuntan publik yang benar-benar mempunyai
kemampuan yang baik, professional dan independen dalam menjamin maksimumnya
tingkat akurasi kebenaran dari hasil pernyataan pendapatnya terhadap Laporan
Keuangan tersebut.
KESIMPULAN
Mengingat profesi akuntan publik sangat penting
perannya dalam dunia bisnis di Indonesia, maka Akuntan Publik harus selalu
menjaga integritas (integrity) dan profesionalisme melalui pelaksanaan standar
dan kode etik profesi secara konsekuen dan konsisten. Dalam setiap penugasan
yang diberikan, Akuntan Publik harus selalu bersikap independen dan menggunakan
kemahiran jabatannya secara profesional (due professional care).
Akuntan Publik dan KAP agar menghindarkan diri dari
tindakan tercela, seperti kolusi (collusion) dengan klien atau menutupi
terjadinya tindak kecurangan (fraud) yang sangat merugikan berbagai pihak.
INTERPRETASI PERATURAN PERILAKU
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia
dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang
berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada
instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan
tanggung-jawab profesionalnya aturan.
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi
tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat
kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai
tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
1. Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas
informasi dan sistem informasi.
2. Profesionalisme. Diperlukan individu
yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa
3. Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
4. Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan
bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja
tertinggi.
5. Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa
yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa
oleh akuntan.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian: (1) Prinsip
Etika, (2) Aturan Etika, dan (3) Interpretasi Aturan Etika. Prinsip Etika memberikan
kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa
profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi
seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan
dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan.
Interpretasi Aturan Etika merupakan
interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah
memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya,
sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi
lingkup dan penerapannya. Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat
dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan
dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
Demikian tugas softskill yang telah saya selesaikan
,kurang lebihnya mohon di maafkan Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita
semua yang membacanya.
Sumber :
Arens
(2011). Tuntutan Hukum Yang Diahadapi Akuntan Publi., Hal 93.
Ariesta
Riris (2012). Kode Etik Profesi Akuntansi. Hal 4-5.
Bambang
(2009). Kewajiban Hukum Auditor. Hal 3.
Ismail (2014). Etika Profesi Dan
Kewajiban Hukum Auditor. Hal 5-6.
Ricardo Simanjuntak (2009). Hukum
Online. Kewajiban Dan Tanggung Jawab Hukum Akuntan Publik. Hal 1-6.
Tanti
Puspita (2013). Kode Etik Profesi Akuntansi.. Hal 2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar